Alien
Saat pulang sekolah pada hari jum’at
tepatnya minggu ketiga di SMA, sewaktu pulang sekolah ketika aku sedang
berjalan menyelusuri koridor, mengejar teman-teman ku yang berada jauh di
depanku. Aku mendongak menatap jendela kelas di samping koridor dan mendapati
seorang lelaki sedang berdiri di dalamnya. Ia menatapku tanpa ekspresi yang
tercermin dari wajahnya. Sepertinya aku pernah melihat lelaki itu sebelumnya.
Dia sepertinya tak asing lagi. Tapi
mengapa ia selalu menatapku seperti itu? Seakan aku ini sesosok arwah yang
sedang berkeliaran di koridor sekolah dan menakut-nakuti setiap murid yang
mencoba keluar dari lingkungan sekolah. Mengapa ia tak melambaikan tangan saja?
Atau kalau dia mau, dia bisa berkata ‘hi’ sembari tersenyum kepadaku. Lelaki itu
sangat mencurigakan.
4
oktober 2013, jam 19:03.
Awal dimana semuanya berubah dan
hal-hal ganjil mulai menghantui kehidupan Zilanziyah, gadis abnormal, jangkung
namun agak bungkuk, seorang bookworm dan penggila Internet, yang orang-orang
biasa menyebutnya Zilanzi.
“cie yang lagi OL” sapa lelaki itu lewat
obrolan di facebook.
“Lagi makan :D” balasku bercanda.
Sebut saja lelaki itu Cam, dia adalah
teman satu eskul Taekwondo, orang dingin yang tak banyak bicara, murid terbaik
di kelasnya, dan sulit untuk di percayai bahwa dia adalah sosok lelaki yang
sering aku temui dan menatap ku tanpa ekspresi.
“cie, makan sendiri ajh G nawarin...”
balasnya cepat.
“Mau? Sok sini atuh ke haurgeulis :D”
balasku.
“G lahk, makasih.. Y kalau mau juga
jauh kesana’y.”
“ya itu benar...”.
“y” jawab Cam singkat. Gadis itu tak
membalas, hanya menatap layar dan termenung untuk sesaat. Zilanzi tak pernah
menyangka lelaki itu mengiriminya pertemanan di facebook atau bagaimana bisa
lelaki itu tahu alamat facebooknya. Mungkin dari group, ya mungkin saja.
13
oktober 2013.
Zilanzi tersenyum bahagia melihat
sebuah pesan yang dikirim Cam melalui Facebook. Entah mengapa mendapat pesan
dari Cam membuatnya merasa bahagia. Ini bukan kali pertama ia mendapatkan
sebuah pesan dari lelaki itu, mungkin ini yang ke 10 atau... entahlah dia tak
pernah menghitung pesan-pesan itu.
“Zilazi, aku mau ngomong sesuatu ke
kamu..”Zilanzi menahan napas sejenak. Lalu perlahan-lahan ia mengembukan napas
dan menoleh kembali ke pesan itu. Ia merasa gugup, sepertinya ada sesuatu yang
di sembunyikan lelaki itu.
“silakan,
ngomong aja..” jawab zilanzi gugup.
“G lahk,
malu” balas lelaki itu agak lama.
“Kenapa
malu??? Enggak malu-maluin ko :D” zilanzi berusaha untuk tidak gugup.
“Nggak lahk.. Ngga jadi...”
“It’s ok.
Terserah kamu :)”
Zilanzi mulai penasaran dan
bertanya-tanya sebenarnya apa yang ingin dikatakan lelaki itu.
“Y, truz jga kalau saya ngmong nnty
kmu’y..”
“nanti saya kenapa? Saya enggak akan
kenapa2, sya ga akan berubah jadi power ranger hahaha :D” balas zilanzi
penasaran, dengan penuh harap lelaki itu akan segera memberitahunya apa yang
sebenarnya ia sembunyikan.
“Ketawa” balas lelaki itu singkat.
“anggap saja kamu berbicara dengan
dirimu sendiri, jadi kamu enggak perlu khawatir ada orang ketawa ataupun kamu
merasa malu..” mulai gregetan, semakin penasaran, tapi justru yang ia dapatkan
NIHIL.
14
oktober 2013.
“eonnie!!” sapa zilanzi lantang pada
Katya di halaman depan sekolah sebelum upacara hari senin di mulai.
“hi” Katya tersenyum sambil
melambaikan tangan.
“Tau ga, cam kirim pesan di facebook.
Dia bilang mau ngomong sesuatu tapi ga tau apa, dia belum ngasih tau” bisik
Zilanzi pelan.
“Dia mau bilang.....” Katya mengangkat
kedua tangannya ke udara dan menekuk kedua jarinya sehingga membentuk seperti
hati.
“masa, ah ga mungkin. Dia biasa-biasa
aja tuh” Zilanzi tertawa tak percaya. Malam harinya Zilanzi membuka akun
facebooknya sambil bersantai dengan teman-temanya, bisa di sebut juga Reunian.
Matanya menatap notifications dan 1 pesan masuk. Alis Zilanzi berkerut heran.
Tidak lama kemudian ia membuka pesan itu dan berharap itu bukan Spam maupun
Virus. Sejenak kemudian ia mengerjap kaget menatap pesan yang muncul di layar
ponsel nya.
“Satu kata yang ingin sekali ku katakan
padamu.. Yaitu.. ‘LOVE’ .” Tubuh Zilanzi melemas, tangan dan kakinya mendingin.
Sulit untuk di percayai oleh akal sehat nya, apa yang ia baca... itu pesan dari
Cam.
“Kalau aku boleh tahu, apa yang
membuat mu menyukai ku? Kau tahu aku ini aneh.” Balas zilanzi, jantung nya
berdetak begitu kencang, tangan dan kakinya sedingin es batu.
“ada deh..” jawab lelaki itu sekitar 1
setengah jam kemudian. Malam itu terasa mimpi bagi Zilanzi. Gadis itu
menjatuhkan tasnya ke lantai dan langsung merebahkan diri ke atas tempat tidur.
Ia menatap langit-langit kamar dan mengingat-ingat pesan dari Cam tadi. Zilanzi
tertawa bahagia.
Awalnya Cuma obrolan biasa di Facebook
lalu berlanjut ke SMS dan di tindak lanjuti dengan senyuman dan sapaan di
sekolah. Sampai pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang rutin dilakukan tiap
hari. Aku dan Cam, ada apa? Awalnya aku hanya menganggapnya sebagai pengisi
waktu-waktu penuh rutinitas di SMA. Dan sejak itulah aku mulai merasakan
sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuatku merasa bergembira, dan mewarnai
hari-hariku yang biasa-biasa saja. Aku tak menyadarinya, benar-benar tak
menyadarinya. Bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan orang yang belum lama
kukenal? Aku mengenalnya belum lama, belum satu tahun. Tak banyak yang
kuketahui tentang Cam, dia tak banyak bicara atau sekedar memberitahu ‘hey! Aku
suka musik Jazz, itu keren’ Tidak, dia tak pernah memberitahuku tentang
dirinya. Tak satupun. Jadi aku pikir dia lebih cocok di panggil ‘Alien’. Dan sampai
saat ini aku masih menganggapnya sebagai Alien, Alien yang datang dari Mars,
yang aku tidak tahu kapan dia akan pergi. Mungkin suatu saat nanti.
Aku tak pernah mengerti Cam itu orang
yang seperti apa, maksudku Alien itu. Sikapnya sangat dingin, sulit ditebak,
dan kurasa dia itu tipe orang yang cukup tertutup. Aku berusaha memahami
sikapnya tapi mengapa begitu sulit? Saat kupikir dia marah padaku, kenyataannya
tidak.
“koen waras” tanya Alien.
“hah? Maksudnya?” tanya ku
terheran-heran. Tak memahami bahasa jawa.
“Iya, waras ga?”
“Maksudnya gimana sih? Enggak ngerti
sumpah. Coba jelasin” pintaku.
“Ya udahlah lupakan.”
“Dih kok gitu?” balasku kecewa.
“Ya kamu gitu.” Balasnya cepat
“..........” Zilanzi mulai habis
kesabaran.
Pagi
harinya zilanzi bertemu dengan Alien itu di koridor sekolah. Alien itu
tersenyum manis pada zilanzi tapi gadis itu tak menghiraukannya. Dia menunduk
seakan tak melihat apapun.
“Cam!” Teriak Zilanzi ketika lelaki
itu telah melewatinya.
Cam
menghentikan langkah kakinya dan mematung. Tak membalik.
“Kamu marah ya sama aku? Aku ga
bermaksud-”
“haha. Enggak kok” jawab lelaki itu
cepat sebelum Zilanzi selesai bicara.
“ah, anu....” Zilanzi gugup. Terlambat
sudah ia berkata seperti itu. Nyatanya lelaki itu telah pergi menjauh dan
meninggalkan Zilanzi sendirian di koridor. Sendirian. Sendirian.
Perasaan sedih, rindu, dan berbagai
pertanyaan kini mulai menyelubungi hati dan pikiran Zilanzi. Layaknya magnet
dengan kekuatan super yang siap menempel dengan benda apapun yang berada
disekitarnya. Gadis itu... merasa, merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Cam,
Alien itu. Sudah 3 hari ia tak mengiriminya pesan, kata-kata manis, dan ucapan
‘good night’ setiap pukul 10 malam, sebelum akhirnya ia tidur. Lelaki itu selalu
sukses menyihir Zilanzi dengan kata-katanya walaupun gadis itu hanya
membalasnya dingin. Zilanzi masih ingat ketika lelaki itu pernah mengiriminya
pesan dengan tiga bahasa. ‘I Tresno Dirimu’ dan betapa bahagianya Zilanzi,
sampai-sampai ia mengarsipkan pesan itu di ponselnya. Ada banyak sekali pesan
dari lelaki itu yang ia arsipkan. Dia suka itu, suka bagaimana Alien itu
mengetik pesan-pesan itu dengan kaku, dingin dan mengirimnya walaupun terkadang
gagal terkirim akibat Sinyal yang kurang mendukung. Tapi sekarang apa? Lelaki
itu tak menghubunginya. Dia pergi, mungkin sibuk dengan tugas-tugas sekolah
atau apalah. Zilanzi begitu merindukan Cam, lelaki yang tak pernah ia harapkan
akan masuk kedalam kehidupannya, membuatnya mengerti arti kehidupan dan mewarnai
setiap sudut kehidupannya.
2
Januari 2014.
Zilanzi merasa ia harus segera
bertanya kepada Cam tentang apa yang ada di dalam benaknya.
Pertanyaan-pertanyaan yang terus menerus menghantuinya setiap malam.
“Hi, gimana kabarnya?” Cam
mengiriminya sebuah pesan.
“um, Baik. Kamu?” Balas zilanzi tak
sabar ingin mengutarakan pertanyaannya.
“Alhamdulilah baik.”
“Syukurlah J”
“Gimana liburanya?”
“Biasa-biasa aja, aku ga suka hari
libur enakan sekolah banyak temen”
“iya juga sih..”
“Cam....” Balas zilanzi gugup. Ia
merasa tak dapat menahan air mata yang tergenang. Perasaanya tak karuan.
“ya???”
“aku boleh nanya sesuatu enggak? Jawab
yang jujur ya. Tapi sebelumnya saya mau tanya kamu lagi apa?”
“InsyaAllah. Saya akan jawab sebisa
saya. Makan.”
“Oh ya udh. Kamu makan dulu aja ya.”
“He’eh”
Rasa
dingin mulai menjalar keseluruh tubuh. Zilanzi benar-benar ingin menangis, tak
sanggup menanyakan hal itu pada cam. Namun ia tahu, ia harus segera menanyakan
hal itu demi dirinya.
“Udah selesai. Mau nanya apa?
“kalau aku boleh tahu... kamu anggap
aku apa? Tolong di jawab jujur ya” Zilanzi mengetik pesan itu dengan susah
payah.
“Kekasih” balasnya agak lama.
“Emang kita pernah jadian? Kapan?”
kini Gadis itu mulai menangis. Ia merasa tak sanggup lagi menatap layar
ponselnya, percakapan itu membuat hatinya terasa teriris.
“enggak. Kamu kenapa sih nanya
begitu?”
“aku Cuma mau tahu aja. Aku ngerasa..
maksudku apa yang selama ini kita lakukan? Itu.. Itu benar-benar tidak normal.”
“hmmm... Kamu sendiri anggap aku apa?
Jujur!”
“Orang pertama yang membuatku jatuh
cinta” Tangisan Zilanzi semakin keras. Ia menatap keluar jendela mobil. Melihat
mobil yang berlalu-lalang di sepanjang jalan Pantura. Ia menghapus air mata di
kedua pipinya dan mulai menutup mata, tak menghiraukan nantinya dia akan
terbangun dengan mata sembab.
Maret
2014.
Siang itu, ketika aku dan temanku Nina
berdiri di depan Zebracross menunggu angkot pulang. Terik matahari disiang hari
terasa begitu menyengat dan kondisi tubuh yang lelah membuat tubuhku terasa
begitu lemas.
“um Zi, katanya si Cam suka sama kamu
ya?” tanya Nina penasaran.
“hah? Enggak tahu...” jawabku cepat
lalu memalingkan wajah dari nina.
“oh..”
Tak
lama kemudian sebuah angkot berwarna kuning berhenti tepat dihadapan kami
berdua. Nina masuk terlebih dahulu kedalam dan aku mengikutinya. Zilanzi
memilih untukduduk di pojok dekat jendela. Ia menatap jalanan yang rusak dan
orang-orang yang berlalu lalang di jalanan. Pikirannya melayang, dan tiba-tiba
ia teringat akan Cam. Membayangkan ketika Alien itu tersenyum padanya,
bagaimana ketika lelaki itu berjalan, dan tertawa bersama teman-temannya.
Apakah lelaki itu masih mencintainya? Merindukan nya? Apakah lelaki itu marah
padanya ketika ia menolak cintanya dan berkata ‘kalau kita di takdirkan untuk
bersama, kita ketemu lagi kok’ ? Atau bagaimana perasaannya ketika Zilanzi
terkadang membalas pesannya dengan kata-kata yg membingungkan. Entahlah..... Rasanya
sudah lama sekali Alien itu tak mengiriminya pesan. Pesan yang selalu hadir di
setiap malamnya, yang selalu ia harapkan, sikap manis yang selalu ia tunjukan
hanya untuk Zilanzi, maupun ucapan ‘good night’ setiap jam 10 malam, sebelum
akhirnya Alien itu pergi tidur.
Dear Cam, Alien dari Mars. Aku tak
tahu kemana perginya kau bersama kebiasaan-kebiasaan yang biasa kita lakukan,
yang aku tahu aku sangat merindukan mu, bagaimana dengan mu? Apakah masih ada
aku dihatimu? Bagiku, setiap percakapan pesan denganmu adalah suatu moment yang
sangat berharga. Bagiku, setiap moment indah maupun perhatian yang kau berikan
padaku seperti suatu penggalan peristiwa yang selalu aku kristalkan dalam
berbagai sudut otakku... Lekuk hatiku. Aku percaya jodoh itu tak akan kemana,
tak akan direbut orang, tak akan tertukar dan aku percaya hati nurani. Aku harap
kau tak akan melupakanku. Mungkin sekarang kau telah terbang jauh ke planet
lain. Cam, aku tak tahu.. entah mengapa sisi lain dari diriku pernah berkata ‘aku
tak pernah yakin denganmu’.
Alllllright, jadi sekian ceritanya. Btw, ini based on true story of my life, dan ini sebagai tugas cerpen bahasa Indonesia waktu kelas 10. kenapa di share? Oleh karena enggak sedikit temen yang penasaran mau baca. semoga berkenan ^o^ Sankyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar