Daftar Menu

Sabtu, 14 Maret 2015

Sebut saja sang ALIEN



Alien
          Saat pulang sekolah pada hari jum’at tepatnya minggu ketiga di SMA, sewaktu pulang sekolah ketika aku sedang berjalan menyelusuri koridor, mengejar teman-teman ku yang berada jauh di depanku. Aku mendongak menatap jendela kelas di samping koridor dan mendapati seorang lelaki sedang berdiri di dalamnya. Ia menatapku tanpa ekspresi yang tercermin dari wajahnya. Sepertinya aku pernah melihat lelaki itu sebelumnya. Dia sepertinya tak asing lagi.  Tapi mengapa ia selalu menatapku seperti itu? Seakan aku ini sesosok arwah yang sedang berkeliaran di koridor sekolah dan menakut-nakuti setiap murid yang mencoba keluar dari lingkungan sekolah. Mengapa ia tak melambaikan tangan saja? Atau kalau dia mau, dia bisa berkata ‘hi’ sembari tersenyum kepadaku. Lelaki itu sangat mencurigakan.

4 oktober 2013, jam 19:03.
          Awal dimana semuanya berubah dan hal-hal ganjil mulai menghantui kehidupan Zilanziyah, gadis abnormal, jangkung namun agak bungkuk, seorang bookworm dan penggila Internet, yang orang-orang biasa menyebutnya Zilanzi.
          “cie yang lagi OL” sapa lelaki itu lewat obrolan di facebook.
          “Lagi makan :D” balasku bercanda. Sebut saja lelaki itu  Cam, dia adalah teman satu eskul Taekwondo, orang dingin yang tak banyak bicara, murid terbaik di kelasnya, dan sulit untuk di percayai bahwa dia adalah sosok lelaki yang sering aku temui dan menatap ku tanpa ekspresi.
          “cie, makan sendiri ajh G nawarin...” balasnya cepat.
          “Mau? Sok sini atuh ke haurgeulis :D” balasku.
          “G lahk, makasih.. Y kalau mau juga jauh kesana’y.”
          “ya itu benar...”.
          “y” jawab Cam singkat. Gadis itu tak membalas, hanya menatap layar dan termenung untuk sesaat. Zilanzi tak pernah menyangka lelaki itu mengiriminya pertemanan di facebook atau bagaimana bisa lelaki itu tahu alamat facebooknya. Mungkin dari group, ya mungkin saja.
         
13 oktober 2013.
          Zilanzi tersenyum bahagia melihat sebuah pesan yang dikirim Cam melalui Facebook. Entah mengapa mendapat pesan dari Cam membuatnya merasa bahagia. Ini bukan kali pertama ia mendapatkan sebuah pesan dari lelaki itu, mungkin ini yang ke 10 atau... entahlah dia tak pernah menghitung pesan-pesan itu.
          “Zilazi, aku mau ngomong sesuatu ke kamu..”Zilanzi menahan napas sejenak. Lalu perlahan-lahan ia mengembukan napas dan menoleh kembali ke pesan itu. Ia merasa gugup, sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan lelaki itu.
“silakan, ngomong aja..” jawab zilanzi gugup.
“G lahk, malu” balas lelaki itu agak lama.
“Kenapa malu??? Enggak malu-maluin ko :D” zilanzi berusaha untuk tidak gugup. “Nggak  lahk.. Ngga jadi...”
“It’s ok. Terserah kamu :)”
          Zilanzi mulai penasaran dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang ingin dikatakan lelaki itu.
          “Y, truz jga kalau saya ngmong nnty kmu’y..”
          “nanti saya kenapa? Saya enggak akan kenapa2, sya ga akan berubah jadi power ranger hahaha :D” balas zilanzi penasaran, dengan penuh harap lelaki itu akan segera memberitahunya apa yang sebenarnya ia sembunyikan.
          “Ketawa” balas lelaki itu singkat.
          “anggap saja kamu berbicara dengan dirimu sendiri, jadi kamu enggak perlu khawatir ada orang ketawa ataupun kamu merasa malu..” mulai gregetan, semakin penasaran, tapi justru yang ia dapatkan NIHIL.

14 oktober 2013.
          “eonnie!!” sapa zilanzi lantang pada Katya di halaman depan sekolah sebelum upacara hari senin di mulai.
          “hi” Katya tersenyum sambil melambaikan tangan.
          “Tau ga, cam kirim pesan di facebook. Dia bilang mau ngomong sesuatu tapi ga tau apa, dia belum ngasih tau” bisik Zilanzi pelan.
          “Dia mau bilang.....” Katya mengangkat kedua tangannya ke udara dan menekuk kedua jarinya sehingga membentuk seperti hati.
          “masa, ah ga mungkin. Dia biasa-biasa aja tuh” Zilanzi tertawa tak percaya. Malam harinya Zilanzi membuka akun facebooknya sambil bersantai dengan teman-temanya, bisa di sebut juga Reunian. Matanya menatap notifications dan 1 pesan masuk. Alis Zilanzi berkerut heran. Tidak lama kemudian ia membuka pesan itu dan berharap itu bukan Spam maupun Virus. Sejenak kemudian ia mengerjap kaget menatap pesan yang muncul di layar ponsel nya.
          “Satu kata yang ingin sekali ku katakan padamu.. Yaitu.. ‘LOVE’ .” Tubuh Zilanzi melemas, tangan dan kakinya mendingin. Sulit untuk di percayai oleh akal sehat nya, apa yang ia baca... itu pesan dari Cam.
          “Kalau aku boleh tahu, apa yang membuat mu menyukai ku? Kau tahu aku ini aneh.” Balas zilanzi, jantung nya berdetak begitu kencang, tangan dan kakinya sedingin es batu.
          “ada deh..” jawab lelaki itu sekitar 1 setengah jam kemudian. Malam itu terasa mimpi bagi Zilanzi. Gadis itu menjatuhkan tasnya ke lantai dan langsung merebahkan diri ke atas tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamar dan mengingat-ingat pesan dari Cam tadi. Zilanzi tertawa bahagia.

          Awalnya Cuma obrolan biasa di Facebook lalu berlanjut ke SMS dan di tindak lanjuti dengan senyuman dan sapaan di sekolah. Sampai pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang rutin dilakukan tiap hari. Aku dan Cam, ada apa? Awalnya aku hanya menganggapnya sebagai pengisi waktu-waktu penuh rutinitas di SMA. Dan sejak itulah aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuatku merasa bergembira, dan mewarnai hari-hariku yang biasa-biasa saja. Aku tak menyadarinya, benar-benar tak menyadarinya. Bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan orang yang belum lama kukenal? Aku mengenalnya belum lama, belum satu tahun. Tak banyak yang kuketahui tentang Cam, dia tak banyak bicara atau sekedar memberitahu ‘hey! Aku suka musik Jazz, itu keren’ Tidak, dia tak pernah memberitahuku tentang dirinya. Tak satupun. Jadi aku pikir dia lebih cocok di panggil ‘Alien’. Dan sampai saat ini aku masih menganggapnya sebagai Alien, Alien yang datang dari Mars, yang aku tidak tahu kapan dia akan pergi. Mungkin suatu saat nanti.

          Aku tak pernah mengerti Cam itu orang yang seperti apa, maksudku Alien itu. Sikapnya sangat dingin, sulit ditebak, dan kurasa dia itu tipe orang yang cukup tertutup. Aku berusaha memahami sikapnya tapi mengapa begitu sulit? Saat kupikir dia marah padaku, kenyataannya tidak.
          “koen waras” tanya Alien.
          “hah? Maksudnya?” tanya ku terheran-heran. Tak memahami bahasa jawa.
          “Iya, waras ga?”
          “Maksudnya gimana sih? Enggak ngerti sumpah. Coba jelasin” pintaku.
          “Ya udahlah lupakan.”
          “Dih kok gitu?” balasku kecewa.
          “Ya kamu gitu.” Balasnya cepat
          “..........” Zilanzi mulai habis kesabaran.
Pagi harinya zilanzi bertemu dengan Alien itu di koridor sekolah. Alien itu tersenyum manis pada zilanzi tapi gadis itu tak menghiraukannya. Dia menunduk seakan tak melihat apapun.
          “Cam!” Teriak Zilanzi ketika lelaki itu telah melewatinya.
Cam menghentikan langkah kakinya dan mematung. Tak membalik.
          “Kamu marah ya sama aku? Aku ga bermaksud-”
          “haha. Enggak kok” jawab lelaki itu cepat sebelum Zilanzi selesai bicara.
          “ah, anu....” Zilanzi gugup. Terlambat sudah ia berkata seperti itu. Nyatanya lelaki itu telah pergi menjauh dan meninggalkan Zilanzi sendirian di koridor. Sendirian. Sendirian.

          Perasaan sedih, rindu, dan berbagai pertanyaan kini mulai menyelubungi hati dan pikiran Zilanzi. Layaknya magnet dengan kekuatan super yang siap menempel dengan benda apapun yang berada disekitarnya. Gadis itu... merasa, merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Cam, Alien itu. Sudah 3 hari ia tak mengiriminya pesan, kata-kata manis, dan ucapan ‘good night’ setiap pukul 10 malam, sebelum akhirnya ia tidur. Lelaki itu selalu sukses menyihir Zilanzi dengan kata-katanya walaupun gadis itu hanya membalasnya dingin. Zilanzi masih ingat ketika lelaki itu pernah mengiriminya pesan dengan tiga bahasa. ‘I Tresno Dirimu’ dan betapa bahagianya Zilanzi, sampai-sampai ia mengarsipkan pesan itu di ponselnya. Ada banyak sekali pesan dari lelaki itu yang ia arsipkan. Dia suka itu, suka bagaimana Alien itu mengetik pesan-pesan itu dengan kaku, dingin dan mengirimnya walaupun terkadang gagal terkirim akibat Sinyal yang kurang mendukung. Tapi sekarang apa? Lelaki itu tak menghubunginya. Dia pergi, mungkin sibuk dengan tugas-tugas sekolah atau apalah. Zilanzi begitu merindukan Cam, lelaki yang tak pernah ia harapkan akan masuk kedalam kehidupannya, membuatnya mengerti arti kehidupan dan mewarnai setiap sudut kehidupannya.
         
2 Januari 2014.
          Zilanzi merasa ia harus segera bertanya kepada Cam tentang apa yang ada di dalam benaknya. Pertanyaan-pertanyaan yang terus menerus menghantuinya setiap malam.
          “Hi, gimana kabarnya?” Cam mengiriminya sebuah pesan.
          “um, Baik. Kamu?” Balas zilanzi tak sabar ingin mengutarakan pertanyaannya.
          “Alhamdulilah baik.”
          “Syukurlah J
          “Gimana liburanya?”
          “Biasa-biasa aja, aku ga suka hari libur enakan sekolah banyak temen”
          “iya juga sih..”
          “Cam....” Balas zilanzi gugup. Ia merasa tak dapat menahan air mata yang tergenang. Perasaanya tak karuan.
          “ya???”
          “aku boleh nanya sesuatu enggak? Jawab yang jujur ya. Tapi sebelumnya saya mau tanya kamu lagi apa?”
          “InsyaAllah. Saya akan jawab sebisa saya. Makan.”
          “Oh ya udh. Kamu makan dulu aja ya.”
          “He’eh”
Rasa dingin mulai menjalar keseluruh tubuh. Zilanzi benar-benar ingin menangis, tak sanggup menanyakan hal itu pada cam. Namun ia tahu, ia harus segera menanyakan hal itu demi dirinya.
          “Udah selesai. Mau nanya apa?
          “kalau aku boleh tahu... kamu anggap aku apa? Tolong di jawab jujur ya” Zilanzi mengetik pesan itu dengan susah payah.
          “Kekasih” balasnya agak lama.
          “Emang kita pernah jadian? Kapan?” kini Gadis itu mulai menangis. Ia merasa tak sanggup lagi menatap layar ponselnya, percakapan itu membuat hatinya terasa teriris.
          “enggak. Kamu kenapa sih nanya begitu?”
          “aku Cuma mau tahu aja. Aku ngerasa.. maksudku apa yang selama ini kita lakukan? Itu.. Itu benar-benar tidak normal.”
          “hmmm... Kamu sendiri anggap aku apa? Jujur!”
          “Orang pertama yang membuatku jatuh cinta” Tangisan Zilanzi semakin keras. Ia menatap keluar jendela mobil. Melihat mobil yang berlalu-lalang di sepanjang jalan Pantura. Ia menghapus air mata di kedua pipinya dan mulai menutup mata, tak menghiraukan nantinya dia akan terbangun dengan mata sembab.


Maret 2014.
          Siang itu, ketika aku dan temanku Nina berdiri di depan Zebracross menunggu angkot pulang. Terik matahari disiang hari terasa begitu menyengat dan kondisi tubuh yang lelah membuat tubuhku terasa begitu lemas.
          “um Zi, katanya si Cam suka sama kamu ya?” tanya Nina penasaran.
          “hah? Enggak tahu...” jawabku cepat lalu memalingkan wajah dari nina.
          “oh..”
Tak lama kemudian sebuah angkot berwarna kuning berhenti tepat dihadapan kami berdua. Nina masuk terlebih dahulu kedalam dan aku mengikutinya. Zilanzi memilih untukduduk di pojok dekat jendela. Ia menatap jalanan yang rusak dan orang-orang yang berlalu lalang di jalanan. Pikirannya melayang, dan tiba-tiba ia teringat akan Cam. Membayangkan ketika Alien itu tersenyum padanya, bagaimana ketika lelaki itu berjalan, dan tertawa bersama teman-temannya. Apakah lelaki itu masih mencintainya? Merindukan nya? Apakah lelaki itu marah padanya ketika ia menolak cintanya dan berkata ‘kalau kita di takdirkan untuk bersama, kita ketemu lagi kok’ ? Atau bagaimana perasaannya ketika Zilanzi terkadang membalas pesannya dengan kata-kata yg membingungkan. Entahlah..... Rasanya sudah lama sekali Alien itu tak mengiriminya pesan. Pesan yang selalu hadir di setiap malamnya, yang selalu ia harapkan, sikap manis yang selalu ia tunjukan hanya untuk Zilanzi, maupun ucapan ‘good night’ setiap jam 10 malam, sebelum akhirnya Alien itu pergi tidur.

          Dear Cam, Alien dari Mars. Aku tak tahu kemana perginya kau bersama kebiasaan-kebiasaan yang biasa kita lakukan, yang aku tahu aku sangat merindukan mu, bagaimana dengan mu? Apakah masih ada aku dihatimu? Bagiku, setiap percakapan pesan denganmu adalah suatu moment yang sangat berharga. Bagiku, setiap moment indah maupun perhatian yang kau berikan padaku seperti suatu penggalan peristiwa yang selalu aku kristalkan dalam berbagai sudut otakku... Lekuk hatiku. Aku percaya jodoh itu tak akan kemana, tak akan direbut orang, tak akan tertukar dan aku percaya hati nurani. Aku harap kau tak akan melupakanku. Mungkin sekarang kau telah terbang jauh ke planet lain. Cam, aku tak tahu.. entah mengapa sisi lain dari diriku pernah berkata ‘aku tak pernah yakin denganmu’.


Alllllright, jadi sekian ceritanya. Btw, ini based on true story of my life, dan ini sebagai tugas cerpen bahasa Indonesia waktu kelas 10. kenapa di share? Oleh karena enggak sedikit temen yang penasaran mau baca. semoga berkenan ^o^ Sankyu

Tidak ada komentar: